Kamis, 29 Agustus 2013

ATAS PERHATIANNYA, KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH


Familiar dengan kalimat yang saya pakai buat judul? Ya, biasanya kita menemukan kalimat seperti itu di penutup surat.

Salah gak sih kalo kita pake kalimat itu?

Yap! Yang membuat kalimat itu jadi enggak ganteng adalah hadirnya ‘-nya’. Mengapa si ‘-nya’ di sana bisa bikin kalimat itu jadi enggak bagus?

Untuk menjawabnya, kita singgung sebentar tentang ‘-nya’ dalam bahasa Indonesia.

‘-nya’ dalam bahasa Indonesia memiliki dua bentuk. Pertama sebagai imbuhan, kedua sebagai klitika. Sebagai imbuhan, -nya muncul seperti pada kata meningkatnya. ‘-nya’ pada kalimat itu adalah imbuhan. Coba cari contoh kata lain yang sejenis dengan itu! << males ngasih contoh yang lain. Hehehee.. 

Yang kedua, ‘-nya’ dapat berupa klitika. ‘-nya’ klitika bisa dengan mudah kita bedakan dengan ‘-nya’ sebagai imbuhan dengan cara mengganti ‘-nya’ itu dengan kata dia. Jika bisa, ‘-nya’ tersebut adalah klitika.

Bukunya = buku dia
Rumahnya = rumah dia

Sedikit catatan, -nya sebagai klitika umumnya menyatakan kata ganti milik (seperti dua contoh kata di atas) dan menyatakan pelaku, seperti pada kata dibacanya.

Nah! ‘-nya’ pada atas kehadirannya termasuk apa? Imbuhan atau klitika? Tentu -nya pada kalimat judul di atas adalah klitika. Inilah yang menyebabkan kalimat itu menjadi tidak ganteng. Karena -nya adalah klitika dari “dia”, berarti orang yang menulis penutup surat dengan kalimat Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih mengucapkan terima kasih pada siapa? Pembaca surat itu? kalau emang ucapan terima kasih itu ditujukan untuk pembaca surat, harusnya dia menggunakan kata ganti orang kedua, bukan “dia”. Jadi, alangkah lebih baik jika kita mengubah kalimat itu menjadi Atas perhatian Anda, kami ucapkan terima kasih atau yang lebih cantik Atas perhatian Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Karena alasan yang sama juga, ada baiknya kita enggak usah sebut nama kita jika ada orang yang ngajak kenalan dengan kita dan dia menanyakan nama kita dengan kalimat Namanya siapa? Kalimat itu bukan nanya nama kita, tapi nama “dia”, entah siapa. :D

Demikian sedikit bacaan dari saya. Semoga bermanfaat.

Salam tampan!

Sabtu, 03 Agustus 2013

ASAL-USUL BEBERAPA DAERAH DI JAKARTA

Postingan kali ini adalah kumpulan twit-twit yang pernah ditulis di akun twitter @membagibaca. Saya hanya sekadar mengumpulkan apa yang sudah pernah diposting di sana. Gak apa-apa, kan? :)

1) Harmoni
Pasti tahu daerah Harmoni, dong? Itu lho, yang halte buswaynya panjang bener. Hehehe.. Nah, tahu gak kenapa daerah itu dikenal dengan nama Harmoni?
Jadi begini ceritanya. Dulu, di daerah sana, ada gedung yang dijadiin tempat kongkowkongkownya kaum sosialita Hindia Belanda. Gedung itu bernama Sosietiet de Harmonie. Nah, dari nama gedung inilah kemudian daerah itu dikenal dengan nama Harmoni.
"Persisnya di mana itu gedung?"
"Masih ada gak gedungnya?"
Lokasinya sekarang itu ada di kawasan gedung Sekretariat Negara. Tapi bukan gedung Sekretariat Negaranya.  Sayangnya gedung Sosietiet de Harmonie sudah dirobohkan pada tahun 1985.Tempat di mana gedung itu berdiri sekarang udah jadi kawasan parkir di Sekretariat Negara. Saya gak tahu alasannya apa. Yang jelas gedung itu udah gak ada dan kita udah gak bisa lihat secara langsung kayak apa gedung Sosietiet de Harmonie itu.
Kalo penasaran, kayak gini nih penampakan gedungnya dulu.


2) Hek, Jakarta Timur
Denger namanya aja udah keren banget, kan? Hek. Awalnya saya pikir Hek itu singkatan sesuatu. Ternyata bukan. Hehehee.
Hek, dalam bahasa Belanda berarti 'pagar'. Berarti, asal-usul nama Hek ini ada kaitannya dengan pagar. (Yaiyalah.. :p)
Begini ceritanya. Dulu, di kawasan yang sekarang kita kenal dengan nama Hek itu berdiri sebuah peternakan sapi. Nah, peternakan sapi itu dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari kayu bulat yang ujungnya diruncingkan. Bisa ngebayangin kan gimana kerennya tuh pagar? :) Tempat yang dulunya berdiri peternakan sapi ber-hek kayu itu sekarang udah berubah jadi komplek damkar dan Polres Kramatjati.

3) Angke
Nama angke berasal dari kata bahasa Cina 'ang' yang berarti 'darah' dan 'ke' yang artinya 'bangkai'. Wih, serem yah artinya.
Diceritakan, dulu pada tahun 1740, di kawasan yg sekarang dinamakan Angke itu pernah terjadi kerusuhan berdarah. Orang-orang cina memberontak--saya lupa penyebabnya apa--dan kemudian ditumpas oleh tentara Belanda. Mayat-mayat pemberontak itu ada yang hanyut di kali yang ada di sana dan darah dari mayat2 itu menyatu dengan air sungai hingga airnya jadi berwarna merah. :'(
Dulunya, Kampung Angke dikenal dengan nama Kampung Bebek karena banyak orang yang beternak bebek di sana.

4) Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat
Mendengar nama Jembatan Lima, pasti kebayang dong kenapa daerah itu dinamakan itu? Yup! Mungkin karena ada lima jembatan di sana. Udah pernah ke sana belum? Nemu gak di mana kelima jembatan itu?
Kelima jembatan itu ada di Jalan Hasyim Ashari, di Kedung, di Petuakan, di Kampung Masjid, dan di Kampung Sawah. Mau coba cek? Percuma. Kelima jembatan itu--beserta sungai yang ada di bawahnya--udah gak ada.

5) Pesing Koneng, Jakarta Barat
Ini nama yang paling unik. Pesing: bau air kencing.
Kenapa daerah ini sampai dikenal dengan nama Pesing?
Pasar Pesing Koneng dulunya adalah pasar yang ramai. Pada saat itu, para pedagang mengangkut barang dagangannya dengan pedati, gerobak yang ditarik oleh kuda. Nah, karena gak ada toilet khusus untuk pipis kuda, dan gak mungkin juga kuda minta izin sama pemiliknya untuk pipis di sana, jadilah kuda-kuda itu pipis sembarangan di pasar itu. Karena hal itu, wanginya yah, bisa ngebayangin, kan? Karena itulah, daerah itu kemudian dikenal dengan nama Pesing.
Terus nama Koneng-nya muncul dari mana?
Nama Koneng muncul karena di sana ada rel kereta. Lah, apa hubungannya?
Begini, saudara-saudara. Waktu ada kereta mau lewat, petugas penjaga lintasan rel kan selalu ngebunyiin bel tuh kalo zaman sekarang. Nah, zaman dulu yang dipake adalah lonceng. Bunyi lonceng kedengerannya 'kloneng! kloneng! Dari bunyi 'kloneng' itu kemudian muncul nama Koneng, dan kemudian hari nama itu jadi serangkai sama nama Pesing: Pesing Koneng.

6) Palmerah
Katanya, kata "pal" berarti "patok". Palmerah berarti patok yang berwarna merah. Konon di daerah sana dulu ada patok batas wilayah yang berwarna merah. Sayang gak diketahui pasti di mana patok itu pernah ada dan masih adakah patok berwarna merah itu. :)

7) Pasar Rumput, Jakarta Selatan
Kenapa sampai bisa dinamakan Pasar Rumput? Apakah di sana dulunya banyak pedagang jualan rumput? Yup, benar! Begitulah konon ceritanya.
Zaman dulu kuda masih jadi kendaraan primadona. Nah, untuk ngasih makan kuda ini, para orang kaya itu tentu gak nyari rumput sendiri, kan? Di sinilah pedagang rumput melihat peluang usaha.
Bisnis rumput di Pasar Rumput berjaya pada tahun 1950-an. Mereka kemudian hilang karena kendaraan bermotor enggak perlu rumput untuk bahan bakar.

8) Pos Pengumben
Kata pengumben berasan dari kata bahasa Jawa 'ngumben' atau 'ngombe' yang artinya minum. Apa hubungannya dengan minum?
Jalan yang dikenal dengan Pengumben ini dulunya termasuk dalam lintasan Jalan Pos Daendels yang menghubungkan Anyer--Panarukan. Nah, di jalan ini, dulu dibangun pos-pos yang digunakan untuk tempat istirahat kuda--umumnya kuda yang digunakan untuk mengirim surat--lengkap dengan tempat minum kuda-kuda itu. Dari sinilah kemudian nama Pos Pengumben dikenal. :)

9) Kasablanka
Tahu Kasablanka, kan? Gosipnya, nama kasablanka dipakai sebagai akronim dari KAmpung melayu SAmpai BLAkaNG KAret. Ada kaidah pembentukan akronim kayak begini gak, yah? :)


Demikian beberapa asal-usul nama daerah yang ada di Jakarta. Masih banyak sebenarnya, lain kali disambung ya.. :)

Salam tampan!